Sistem pemerintahan yang diterapkan oleh suatu negara, akan sangat menentukan kiprah negara tersebut dalam menjawab tantangan perkembangan zaman. Jikalau demikian, maka jika sistem pemerintahan yang diterapkan oleh suatu negara tepat, maka pelaksanaan segala kegiatan politik kenegaraan akan mencapai tujuan yang maskimal, begitupun sebaliknya. Namun, sebelum kita membahas lebih jauh tentang hal di atas, terlebih dahulu kita hendaknya memahami sistem pemerintahan yang ada di dunia dan yang manakah yang diterapkan di Indonesia.
Pada dasarnya ada tiga Sistem Pemerintahan yang perah diterapkan di berbagai belahan dunia, yaitu :
Sistem Pemerintahan Oleh Satu Orang (Monarki – Tirani)
Sistem Pemerintahan Oleh Sedikit Orang (Aristokrasi – Oligarki)
Sistem Pemerintahan Oleh Banyak Orang (Demokrasi – Mobokrasi)
Kita ketahui bersama bahwa Indonesia saat ini telah menganut Sistem Pemerintahan Demokrasi, yaitu kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun, jika kita mengkaji lebih jauh tentang realita yang ada, tentunya kita akan melihat banyak perbedaan yang ada diantara sistem demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia dengan negara – negara lainnya.
Suatu hal yang membedakan pelaksanaan demokrasi yang ada di Indonesia adalah terletak pada falsafah yang dianut oleh Indonesia, dalam hal ini karena Indonesia berideologi pancasila, maka sistem pemerintahan demokrasi yag dianut oleh Indonesia adalah Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila, yaitu demokrasi kerakyatan yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, beradab, berpersatuan serta menjunjung tinggi nilai nilai keadilan dan kemanusiaan.
Dewasa ini penerapan pemerintahan yang berdasarkan kekuasaan rakyat saat ini dapat kita lihat melalui kegiatan politik dan pemerintahan negara, misalnya melalui Pemilu dan penerapan prinsip Good Governance.
Pada Pemilu sehubungan keterkaitannya dengan demokrasi, Indonesia telah melewati dua fase sistem pemilihan kepala negara/ daerah. Pada fase pertama, Indonesia berada dalam tahapan Demokrasi Perwakilan, dimana rakyat meilih wakil – wakilnya untuk duduk di lembaga legislatif dan kemudian wakil-wakilnya inilah yang kemudian memilih kepala negara dan kepala daerah. Pada fase kedua (saat ini), Indonesia sedang berasa dalam tahapan Demokrasi Langsung, dimana rakyalah yang menentukan wakil – wakilnya dan kepala negara/ daerah.
Pada penerapan Prinsip Good Governance, Indonesia saat ini menganut lima asas yang saat ini kenal dengan transparansi, akuntabilitas, supremasi hukum, dan partisipasi yang jika kita lihat secara sekilas sangat memihak pada rakyat.
Penerapan sistem demokrasi yag tentunya sudah cukup lama ini seharusnya akan membawa banyak dampak yang positif bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Namun, realita yang ada nampaknya berbicara lain, dimana demokrasi pancasila yang mengutamakan kekuasaan rakyat malah bukannya membuat rakyat semakin sejahtera namun membuat rakyat semakin berada dalam jeratan penderitaan. Hari ini kita bisa melihat bahwa dimana – mana rakyat berteriak bahkan mengungkapkan keluh kesahnya melalui deraian air mata dan hembusan nafas yang mengharapkan datangnya suatu hembusan penghabisan hanya untuk menuntut haknya dan meminta keadilan, namun segala kebijakan yang dihasilkan justru berpihak pada kepentingan penguasa. Hal ini bisa kita lihat dari beberapa aspek, diantaranya :
Aspek Politik, adanya suatu aturan yang menguntungkan penguasa dan sangat menyulitkan rakyat. Misalnya di dalam pilkada, rakyat senantiasa terbebani oleh aturan admisnistratif yang mengharuskan setiap pemilih yang boleh memilih hanyalah yang mempunyai kartu pemilih, padahal masih banyak yang tidak kebagian. Hal ini tentunya menunjukkan suatu bentuk pengekangan hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu. Selain itu juga Undang – undang penentuan calon wakil rakyat sepertinya berpihak pada penguasa, dimana calon yang memiliki nomor urut satu memiliki prioritas utama untuk menjadi wakil rakyat ketimbang calon yang berada di nomor urut yang belakang meskipun mendapat suara mayoritas.
Aspek Sosial, dalam hal ini dimana – mana rakyat berteriak menuntut perbaikan pelayanan kesehatan dan pendidikan. Namun, pemerintah seakan – akan menjawab panggilan nurani itu dengan hati yang beku serta rasionalitas yang telah terbungkam oleh keserakahan. Di tengah – tengah kegelisahan rakyat untuk menutup mata pengharapan agar secepatnya dia dipanggil oleh sang pencipta, para kaum munafik itu malah asik – asiknya untuk menuntut kenaikan gaji, fasilitas negara yang serba mewah dan perjalanan politik ke luar negeri padahal hanya untuk rapat. Selain itu juga di dalam dunia pendidikan, para generasi muda penerus bangsa khususnya mahasiswa yang nantinya akan membawa suatu perubahan dan pencerahan bagi bangsa malah dipersulit dengan akan disahkannya RUU BHP yang sangat memberatkan mahasiswa.
Aspek ekonomi, bisa kita lihat dimana – mana banyak sekali pembangunan gedung – gedung mewah dan mall – mall yang sangat sulit untuk dibendung. Dilain pihak, masyarakat senantiasa tertindas oleh semakin banyaknya penggusuran karena alasan kepentingan yang pada dasarnya tidak manusiawi dan mematikan perekonomian rakyat sehingga semakin tingginya tingkat kemiskinan dan kemelaratan di negara ini. Sementara itu, para pejabat yang mengatasnamakan wakil rakyat malah bersembunyi di balik jubahnya yang hina itu yang selama ini membuat mata hatinya buta.
Menyingkapi hal di atas tentunya kita sebagai bagian dari insan perwujudan perubahan tidak bisa tinggal diam dan bersikap seolah – olah tidak tahu menahu tentang permasalahan yang ada. Selain itu juga, hendaknya mereka yang merasa wakil - wakil rakyat hendaknya mengembalikan demokrasi pancasila sesuai dengan nilai – nilai yang ada, yaitu yang berpihak pada rakyat.
Akankah Penindasan terus berlanjut ?
Akankah kita hanya bisa terdiam oleh ketakutan dan akhirnya menyerah pada kemunafikan ?
”Biarlah waktu yang akan menjawabnya”
No comments:
Post a Comment
Simpan komentar anda di sini?