Sebagai bangsa yang besar, Indonesia terkenal akan keberagaman budaya yang berkembang dalam kehidupan masyarakatnya. Namun fenomena yang paling menarik ialah adanya usaha pemerintah untuk menyeragamkan budaya tersebut melalui iming-iming budaya nasional yang bertujuan untuk menyatukan di bawah simbol bhineka tunggal ika, yang pada hakikatnya tidak lain merupakan hasil pengaruh dari kolonialisme dan akulturasi budaya yang mengedepankan entitas etnis tertentu. Hal ini kemudian menyebabkan sejumlah pergolakan di berbagai daerah yang berujung pada konflik internal sebagaimana yang pernah terjadi di Poso, Aceh, Papua dan di sejumlah tempat lainnya. Padahal pada esensinya mekanisme lokal yang dijewantahkan melalui nilai budayanya mampu untuk menyelasaikan permasalahan lokal, namun malah dihegemoni dengan spektrum sentralisasi budaya.
Polemik di atas tampaknya mendapatkan angin segar dari kebijakan Desentralisasi dengan konsekuensi logisnya Otonomi Daerah, di mana hal ini dapat menjadi momen bagi komunitas lokal untuk kembali menegakkan harkat dan martabat entitas lokalnya dengan mengedepankan nilai-nilai budaya masing-masing. Dengan demikian, desentralisasi budaya merupakan suatu kemutlakan apabila pemerintahan ingin mengedepankan pemberdayaan potensi lokal yang berbasiskan keberagaman.
Oleh karena itu, solusi kongkrit untuk mewujudkannya tidak lain ialah dengan melakukan sejumlah upaya revitalisasi pemerintahan yang berbasiskan kearifan lokal. Pertama, melalui penerapan otonomi asli yang dikonsisikan dengan kondisi sosial masyarakat lokal sebagai pengakuan terhadap entitas adat. Kedua, melalui pengembalian kedaulatan rakyat melalui penerapan demokratisasi yang berbasiskan potensi. Ketiga, penerapan otonomi budaya yang merupakan suatu kemutlakan dengan menerapkan kebijakan pemerintahan yang berbasiskan budaya dan kearifan lokal guna menopang kemandirian lokal dalam rangka memperkuat konstalasi nasional. Berdasarkan hal di atas maka dapat disimpulkan bahwa tata pemerintahan daerah seyogyanya diselaraskan dengan budaya lokal, sehingga berbagai unsur seperti keterwakilan politik, kekayaan khazanah budaya yang sesuai dengan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan dapat tercermin dalam pelaksanaannya.
No comments:
Post a Comment
Simpan komentar anda di sini?