Sunday, November 29, 2009

Perkembangan Demokrasi Indonesia

(Pendahuluan)
 Konsep-Konsep Mengenai Demokrasi
Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi, ada yang dinamakan demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi Terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi nasional, dan sebagainya, dimana semua konsep ini memakai memakai istilah demokrasi, yang menurut asal katanya berarti “kekuasaan rakyat” atau “government or rule by the people” atau dalam bahasa Yunani kata demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa.
Sesudah perang dunia II kita banyak melihat gejala bahwa secara formil demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan negar di dunia. Menurut suatu penelitian yang dilaksanakan oleh UNESCO dalam tahun 1949 maka “mungkin untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh”.
Akan tetapi UNESCO juga menarik kesimpulan bahwa ide demokrasi dianggap ambiguous atau mempinyai arti-dua, yang sekurang-kurangnya ada ambiguity atau ketentuan “mengenai lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide, atau mengenai keadaan kulturil serta histories yang mempengaruhi istilah, ide dan praktek demokrasi” (ethier in the institusions or devices employed to effect the idea or in the cultural or historical circumstances by which word, ide and practice are conditioned)1.
Tetapi diantara sekian banyak aliran fikiran yang dinamakan demokrasi ada dua kelompok aliran yang paling penting, yaitu demokrasi konstitusionil dan satu kelompok lainnya yang menamakan dirinya “demokrasi”, tetapi yang pada hakekatnya mendasarkan dirinya atas komunisme. Kedua kelompok aliran demokrasi mula-mula berasal dari Eropa, tetapi sesuadh perang dunia ke II nampak jyga didukung oleh beberapa Negara-negara baru di Asia, seperti India, Pakistan, Filipina,
dan Indonesia yang sangat mencita-citakan demokrasi konstitusionil, sekalupun terdapat bermacam-macam bentuk pemerintahan maupu gaya hidup dalam Negara-negara tersebut. Dilain fihak ada Negara-negara baru di Asia yag mendasarkan diri atas azas-azas komunisme, yaitu R.R.C., Korea Utara, dan sebagainya.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, yang masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan cirri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat di sangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945. selain dari pada itu Undang-Undang Dasar nagara kita menyebut secara eksplisit dua prinsip yang menjiwai naskah itu, dan yang tercantum dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara yaitu :
I. Indonesia dalah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat). Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).
II. Sistem Konstitusionil.
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarakan dua istilah “(Rechtsstaat)”, dan “sistem konstitusi”, maka jelas bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia yaitu “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Kalau sesudah tertumpasnya G. 30 S/PKI dalam tahun 1965 sudang terang bahwa yang kita cita-citakan yaitu adalah demokrasi konstitusionil, tetapiu tidak dapat disangkal bahwa dalam masa demokrasi demokrasi Terpimpin kita sedikit banyak terpengaruh oleh beberapa konsep komunitas berkat kelihaian PKI untuk menyusupkan konsep-konsep dari alam pikiran komunisme ke dalam kehidupan politik kita pada masa pra-G. 30 S/PKI. Maka dari itu perlu kiranya kita menjernihkan fikiran kita sendiri dan meneropong dua aliran fikiran utama yang sangat berbeda, malahan sering bertentangan serta berkonfrontasi satu sama lain, yaitu demokrasi konstitusionil dan “demokrasi” yang berdasarkan Markxisme-leninisme. Dimana perbedaan fundamintilnya ialah bahwa demokrasi konstitusionil mencita-citakan pemerintah yang terbatas pada kekuasaannya suatu Negara Hukum yang tunduk kepada Rule Of Law. Sebalinya “Demokrasi” yang mendasarkan dirinya atas komunisme yang mencita-citakan pemerintah yang tidak boleh dibatasi kekuasaanya, dan yang bersifat totaliter.
Seperti dijelaskan di atas, maka demokrasi di dukung oleh sebagaian besar Negara di dunia. Akan tetapi perlu disadari juga bahwa di samping demokrasi konstitusionil beserta bermacam-macam variasinya, telah timbul pada abad ke-19 suatu ideologi yang juga mengembangkan suatu konsep demokrasi yang dalam banyak hal linea recta bertentangan dangan azas-azas pokok dari demokrasi konstitusionil. Demokrasi dalam arti ini dipakai misalnya dalam istilah-istilah demokrasi prolentar dan demokrasi soviet (seperti yang dipakai di Uni Soviet), atau dalam istilah demokrasi rakyat (yang antara lain dipakai di Negara-negara Eropa Timur sesudah berakhirnya Perang Dunia II). Dan akhir-akhir ini, dalam dekade lima puluhan telah timbul istilah demokrasi nasional yang khusus dipakai dalam hubungan Negara-negara baru di Asia dan afrika.
Semua istilah demokrasi ini berlandaskan aliran fikiran komunisme. Oleh golongan-golongan yang mendukung demokrasi konstitusionil, antara lain Internasional Commision Of Jurists, suatu badan internasional, dimana badan inin dianggap tidak demokratis.1 Bagi kita, yang dalam masa demokrasi terpimpin hamper terjebak oleh slogan-slogan yang dicetuskan oleh PKI, ada baiknya kalau kita meneropong dengan agak mendalam berbagai istilah demokrasi yang dipakai dalam dunia komunis, mengingat ketetapan MPRS No. XXV/1996 bahwa mempelajari faham Komunisme dalam rangka mengamankan Pancasila dan secara ilmiah, seperti pada universitas-universitas dapat dilakukan secara terpimpin.

Demokrasi Konstitusionil
Ciri khas demokrasi konstitusionil ialah gagasan bahwa pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi, maka dari itu sering disebut “pemerintahan berdasarkan konstitusi” (contitusional government).
Gagasan bahwa kekuasaan pemerintah perlu dibatasi pernah dirumuskan oleh ahli sejarah Inggris, Lord Acton, dengan mengingat bahwa pemerintahan selalu diselenggarakan oleh manusia dan bahwa pada manusia itu tanpa kecuali melekatbanyak kelemahan. Dalilnya yang kemudian menjadi termasyur, yang bunyinya sebagai berikut : “Power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely” (Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas pasti akan menyalahgunakannya).
Pada waktu demokrasi konstitusionil muncul sebagai suatu program dan sistem politik yang kongkrit, pada akhir abad ke 19, dianggap bahwa pembatasan kekuasaan Negara sebaik-baiknya diselenggarakan dengan konstitusi tertulis, yang dengan tegas menjamin hak-hak azasi dari warga Negara. Disamping itu kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga kesempatan penyalahgunaannya deperkecil, yaitu dengan cara menyerahkan kepada beberapa orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerinrahan dalam tangan satu orang saja stsu satu badan. Perumusan yuridis dari prinsip-prinsip ini terkenal dengan istilah Rechsstaat (Negara Hukum) dan Rule of Law.
Biarpun demokrasi baru pada akhir abad ke-19 mencapai wujud yang kongkrit, tetapi dia sebenatnya sudah mulai berkembang di Eropa Barat dalam abad ke-15 dn ke-16. maka dari itu wajah dari demokrasi abad ke-19 menonjolkan beberapa azas yang dengan susah payah telah dimenangkannya, seperti misalnya kebebasan manusia terhadap segala bentuk kekangan dan kekuasaan dan kekuasaan yang sewenang-wenang baik di bidang agama, maupun dibidang pemikiran serta di bidang pilitik. Jaminan terhadap hak-hak azasi manusia dianggap paling penting. Dalam rangka ini negar hanya dapat dilihat manfaatnya sebagai Penjaga Malam (Nachtwächtersstaat) yang hanya di benarkan campur tangan dalam kehidupan rakyatnya dalam batasan-batasan yang sangat sempit.

Sejarah Perkembangan Demokrasi
Pada mulanya perkembangan demokrasi telah mencangkup beberapa azas dan nilai yang diwariskan kepadanya dari masa yang lampau, yaitu gagasan mengenai demokrasi dari kebidayaan Yunani Kuno dan gagasan mengenai kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran reformasi serta perang-perang agama yang menyusulnya.
System demokrasi yang terdapat dalam Negara-kota (city-state) Yunani Kuno (abad ke-16 sampai abad ke-3 s.M.) merupakan system demokrasi langsung (direct democracy) yaitu suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga Negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung dari demokrasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif karena berlangsung dalam kondisi yang sederhana, wilayahnya terbatas (Negara terdiri dari kota dan daerah sekitarnya) serta jumlah penduduk sedikit (300.000 penduduk dalam satu Negara-kota). Lagi pula ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga Negara yang resmi, yang hanya merupakan bagian kecil saja penduduk. Untuk mayoritas yang terdiri dari budak belian dan pedagang asing demokrasi tidak berlaku. Dalam Negara modern demokrasi tidak lagi bersifat langsung, akan tetapi bersifat demokrasi berdasarkan perwakilan (representative democracy).
Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan hilang dari muka dunia barat waktu bangsa Romawi yang sedikit banyak masih kenal dengan kebudayaan Yunani, dikalahkan oleh suku-bangsa Eropa barat dan benua Eropa yang memasuki abad pertengahan (600-1400). Masyarakat abad pertengahan dicirakan oleh sturuktur social yang feodal (hubungan antara vassal dan lord); yang kehidupan social serta spritualnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-pejabat agama lainnya; yang kehidupan politiknya ditandai dengan perebutan kekuasaan antara para bangsawan satu sama lain. Dilihat dari sudut perkembangan demokrasi abad pertengahan mengahsilkan suatu dokumen yang amat penting, yaitu Magna Charta (piagam besar) (1215). Magna charta merupakan semacam kontrak antara beberapa bangsawan dan Raja John dari Inggris dimana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya. Biarpun piagam ini lahir dalam suasana feodal dan tidak berlaku unuk rakyat jelata, namun dianggap sebagai tonggak dalam perkembangan gagasan demokrasi.
Sebelum abad pertengahan berakhir dan di Eropa Barat pada permualaan abad ke-16 muncul Negara-negara nasional dalam bentuk yang modern, maka Eropa Brat mengalami beberapa perubahan social dan kulturil yang mempersiapkan jalan untuk memasuki zaman yang lebih modern di mana akal dapat memerdekakan diri dari pembatasan-pembatasannya. Dua kejadian ini ialah Renaissance (1350-1600) yang terutama berpengaruh di Eropa Selatan seperti Italia, dan Reformasi (1500-1650) yang mendapat banyak pengikutnya di Eropa Utara, seperti jerman, Swiss dan sebagainya.
Pada hakeketnya teori-teori kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak dasar dari pemerintahan absolut dan memetapkan hak-hak politik rakyat. Filsuf-filsuf yang mencetuskan gagasan ini antara lain John Locke dari Inggris (1632-1704) dan Montesquieu dari Prancis (1689-1755). Menurut John Locke hak-hak politk mencangkup hak atas hidup, atas kebebasan dan hak untuk mempunyai milik (life, liberty, and property). Montesquieu mencoba menyusun suatu system yang dapat menjamin hak-hak politik itu, yang kemudian yang dikenal dengan istilah trias politica. Ide-ide bahwa manusia mempunyai hak-hak politik menimbulkan revolusi prancis pada akhir abad ke-18, serta Revolusi Amerika melawan Inggris.
Sebagai akibat dari pergolakan yang tersebut di atas tadi, maka pada akhir abad ke-19 gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang kongkrit sebagai program dan system politik. Demokrasi padsa tahap ini semata-mata bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas azas-azas kemerdekaan individu, kesamaan hak (equal rights) serta hak pilih untuk semua warga Negara (universal suffrage).

Sejarah Perkembangan Demokrasi Di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang –surutnya. Selama 25 tahun berdirinya Republik Indonesia ternyata bahwa masalah pokok yang kita hadapi adalah bagaimana, dalam masyarakat yang beraneka-ragam pola budayanya, mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi di samping membina suatu kehidupan social dan politik yang demokratis. Pada pokoknya masalah ini berkisar antara menyususun suatu system politik dimana kepemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta nasional building, dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya diktatur, apakah diktatur ini bersifat perorangan atau partai atau militer.
Dipandang dari sudut perkembangannya demokrasi sejarah Indonesia dapat dibagi dalam tiga masa yaitu :
a. Masa Republik Indonesia I, yaitu masa demokrasi (konstitusionil) yang menonjolkan peranan parlement serta partai-partai dan yang karena itu dinamakan demokrasi parlementer.
b. Masa Republik Indonesia II, yaitu masa demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek telah mentimpang dari demokrasi konstitusionil yang secara formil merupakan landasannya, dan menunjukkan lbeberapa aspek demokrasi rakyat.
c. Masa Republik Indonesia III, yaitu masa demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi konstitusionil yang menonjolkan demokrasi presidensil.

• Masa 1945-1959
System parlementer yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1949 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia, meskipun dapat berjalan secara memuaskan dalam beberapa Negara Asia lain. Persatuan dapat digalang selama mengahadapi musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan tercapai, karenah lemahnya benih-benih demokrasi system parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan Dewab Perwakilan rakyat.
• Masa 1959-1965
Ciri-ciri periode ini ialah dominasi dari presiden, terbatsnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial-politik. Dekrit presiden 5 Juli dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. Undang-Undang Dasar 1945 membuka kesempatan bagi seorang presiden bertahan selama sekurang-kurangnya lima tahun. Akan tetapi ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir.Sukarno sebagai presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun ini (undang-undang memungkinkan seorang presiden untuk dipilih kembali) yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar itu sendiri.
• Masa 1965-
Landasan formildari keputusan ini ialah Pancasila, Udang-Undang Dasar 1945 serta ketetapan-ketetapan MPRS. Dalam usaha untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar yang telah terjadi dalam masa Demokrasi Terpimpin, kita telah mengadakan tindakan kolektif. Ketetapan MPRS No. III/1963 yang menetapkan masa jabatan seumur hidup untuk Ir. Soekarno telah dibatalkan dan jabatan presiden kembali menjadi jabatan elektif selama lima tahun. Ketetapan MPRS No. XIX/1996 telah ditinjau kembali produk-produk legislative dari masa demokrasi Terpimpin dan atas dasar itu Undang-Undang No. 19/1964 telah diganti dengan suatu Undang-Undang baru (No. 14/1970) yang menetapkan kembali azas “kebebasan badan-badan peradilan”.

Demokrasi Pancasila Di Indonesia
Berikut ini ada beberapa perumusan mengenai demokrasi Pancasila yang diusahakan dalam beberapa seminar :
a. Seminar Angkatan Darat II, Agustus 1966
Bidang politik dan konstitusionil :
- Demokrasi Pancasila seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang berarti menegakkan kembali azas-azas Negara hokum dimana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga Negara, dimana hak-hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif, maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dimana penyalahgunaan kekuasaan,dapat dihindari secara institusionil.
- Sosialisme Indonesia yang berarti masyarakat yang adil dan makmur.
- Elan Revolusioner untuk menyelesaikan revolusi, yang cukup kuat untuk mendorong Indonesia kearah kemujuan social dan ekonomi sesuai dengan tuntutan-tuntutan abad ke-20.
Bidang Ekonomi :
- Demokrasi ekonomi sesuai dengan azas-azas yang menjiwai ketentuan-ketentuan mengenai ekonomi dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang pada hakekatnya, berarti kehidupan yang layak bagi semua warga Negara, yang antara lain mencangkup :
 Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekyaan dan keuangan Negara dan
 Koperasi
 Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya.
 Peranan pemerintah yang bersifat Pembina, penunjuk jalan serta pelindung.11
b. Musyawarah Nasional III Persahi : The Rule of Law, December 1966
Azas Negara hukum Pancasilan mengandung prinsip :
a. pengakuan dan perlindungan hak azasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, social, ekonomi, kulturil dan pendidikan.
b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh suatu kekuasaan/kekuatan lain apapun itu.
c. Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan.
c. Symposium Hak-hak Azasi Manusia, Juni 1967
Demokrasi Pancasila, dalam arti demokrasi yang bentuk-bentuk penerapannya sesuai dengan kenyataan-kenyataan dan cita-cita yang terdapat dalam masyarakat kita, setelah sebagai akibat dari regim Nasakom sangat menderita dan menjadi kabur, lebih memerlukan pembinaan daripada pembatasan sehinggga menjadi suatu “political culture” yang penuh vitalitas. Persoalan hak-hak azasi manusia dalam kehidupan kepartaian unutk tahun-tahun yang aka dating harus di tinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara tiga hal :
1) Adanya pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan
2) Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya
3) Perlunya untuk membina suatu “rapidly axpanding economy”13,
Demokrasi Pancasila adalah sesuai dengan watak asli bangsa Indonesia. Berdasarkan kepada sila keempat pancasila, bersumber pada kepribadian dan nilai-nilai bangsa Indonesia sendiri. Pancasila merupakan kebulatan atau kesatuan yang bulat utuh menyeluruh dan sistematis dari kelima silanya, tidak dapat dipisah-pisahkan antara satu sila dengan sila yang lain, tidak dapat diperas menjadi Trisila dan Ekasila namun tetap Eka Pancasila.
Pedoman demokrasi Pancasila pada pasal 1 UUD 1945, yang rumusannya : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, adil dan beradap dan persatuan Indonesia serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ciri-ciri Demokrasi Pancasila :
a. Berazaskan kekeluargaan
b. Kebebasan individu tidak bersifat mutlak atau diselaraskan dangan tanggung jawab sosial
c. Perbedaan pendapat dihargai dan dijunjung tinggi
d. Tidak mengenal oposisi
e. Segala sesuatu diputuskan berdasrkan musyawarah untuk mufakat, bila tidak mungkin, baru dilakukan voting atau suara terbanyak.
Sejarah Lahirnya Demokrasi Terpimpin Di Indonesia
Pemberontakan yang gagal di Sumatra, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak tahun 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru yang kemudian melemahkan sistem parlement Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika presiden Soekarno secara universal membangkitkan kembali konstitusi 1945yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidentil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam resim yang otoriter di bawah label “Demokrasi Terpimpin”. Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju Non-Blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting Negara-negara bekas jajahan yang menolak aliran resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dalam awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada Negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia luar Uni Soviet dan China, dukunan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di Negara-negara lainnya.
Sejarah Lahirnya Demokrasi Parlementer Di Indonesia
Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi Undang-Undang baru yang terdiri dari sistem parelemen diman dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggungjawab kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintahan yang stabil susah dicapai.
Peran islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih Negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan Negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat islam kepada hukum islam.






Perkembangan Demokrasi Indonesia Sejak 27 Juli 1996
Genap sebelas tahun dalam ingatan kita akan lembar hitam Demokrasi di negeri ini. Tepatnya tanggal 27 juli 1996, sejarah mencatat tentang suatu negeri yang pemerintahannya tidak memberi ruang bagi berkembangnya demokrasi dan akal sehat. Bagi sebahagian besar rakyat Indonesia, peristiwa 27 juli 1996 merupakan sebuah pukulan mundur terhadap demokrasi, akan tetapi sekaligus pula menjadi tonggak pembuktian : bahwa rakyat tanpa memandang golongan, status social atau latar belakang mampu merubah apabila mereka inginkan.
Kenapa demikian ? Siapapun tidak biasa memungkiri bahwa di tahun-tahun itu demokrasi sedang mengalami pasang naik. Ketrlibatan ribuan orang dalam sebuah panggung kevil di Jalan Diponegoro Jakarta setidaknya dapat menjadi sebuah indikator. Dengan sukarela rakyat berduyun-duyun berdatanga seluruh pelosok daerah. Tanpa peduli, bersuara di waktu itu seperti halnya mempertaruhkan hidup. Satu hal yang menggerakkan suara-suara terpendam ini, yakni : Demokrasi !
Demikian pentingkah Demokrasi bagi rakyat sebuah negeri, hingga mereka rela mempertaruhkan segalanya ? bagaimana sesungguhnya, Demokrasi yang menjadi harapan dan spirit yang mampu menggerakkan segala lapisan rakyat kala itu ?
Bung Karno sebagai salah seorang pendiri republic, dalam amanatnya pada tanggal 17 Agustus 1960, berujar tentang harus diakhirinya exploitation de I’homme par I’homme atau penghisapan atas manusia oleh manusia. Baik antar bangsa kita sendiri atau bangsa lainnya. Dimana tujuan lahirnya adalah : Rakyat Merdeka-Penuh, penderitaan rakyat. Jika kita cermati lebih lanjut, disanalah makna Demokrasi kita dapatkan. Demokrasi yang beralas pada kebutuhan dan harapan rakyat negeri ini.
Demokrasi yang sesuai dengan Negara-negara kita, bukanlah seperti demikrasi yang kita praktekkan hari ini, yakni Demokrasi liberal. Demokrasi Indonesia sejak semula mengandung makna Gotomg-royong dan solidaritas, yang berada pada kutub berbeda dengan tradisi demokrasi liberal yang bersandar pada individualisme. Kitapun juga tida bisa serta mengadopsi mentah-mentah demokrasi Barat, mengingat
Pengertian Dan Sejarah Perkembangan Demokrasi
Demokrasi adalah sebuah kata yang berasal dari dua kata yaitu, Demos yang berarti rakyat, dan Kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat. Konsep Demokrasi menjadi sebuah kat kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu Negara. Atau dengan kata lain dapat diartikan sebagai Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga Negara) atas Negara untuk dijalankan oleh pemerintahan Negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politika yang membagi kekuasaan politik Negara (eksekutif, legislatife, dan yudikatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga Negara yang saling lepas (independent) dan berada dalam peringkat sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga Negara ini diperlukan agar ketiga jenis lembaga ini saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga Negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga peradilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga-lembaga peradilan rakyat (DPR untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislative. Dibawah sistem ini keputusan legislative dibuat dibuat oleh masyarak `vn at atau wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislative, selain sesuai hukum dan peraturan. Kedaulatan rakyat yang dimaksud disini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secar langsung tidak menjamin Negara tersebut sebagai Negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden secara langsung hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walaupun perananya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini akibat dari cara berfikir lama daru sebahagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apapun seorang pemimpin Negara, masa hidupnya akan ajuh lebih pendek dari pada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun Negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu Negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan Negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahtraan dan kemakmuran rakyat.











Kesimpulan
Secara umum Demokrasi merupakan suatu istilah yang berasal dari Bahasa Yunani “demos” yang artinya rakyat sedangkan “kratein” berarti pemerintahan, maka arti dari Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang dipegang oleh rakyat, atau rakyat diikiut sertakan dalam sistem pemerintahan Negara, sehingga sistem pemerintahan tersebut dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Maka dari pada itu pelaksanaan demokrasi di Indonesia saat ini sudah melenceng dari apa yang ditetapkan pendiri bangsa. Pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting) sekarang dianggap demokrasi terbaik di Indonesia. Padahal, demokrasi semacam itu sudah menyimpang jauh dari prinsip musyawarah mufakat.
Kita sudah salah tafsir tentang demiokrasi saat ini, pendiri bangsa ini sudah benar bahwa demokrasi Indonesia adalah musyawarah mufakat. Banyak penilaian masyarakat saat ini sudah terpengaruh oleh paradigma demokrasi barat. Padahal demokrasi ala barat tidak cocok untuk Indonesia, karena Indonesia terdiri dari keragaman suku bengsa, agama, dan sebagainya, contohnya saja warga Papua yang meminta suaka politik ke Australia. Mereka menilai pelaksanaan Ham di Indonesia sangat buruk. Padahal di Australia suku aborigin yang menjadi penduduk asli Australia, justru terpinggirkan dan tidak mendapat perlidunganh Ham yang layak. Faktanya tidak ada orang Aborigin yang memiliki jabatan di Australia. Di kemiliteran paling tinggi kopral. Sedangkan di Negara kita orang papua ada yang menjadi bupati, gubernur. Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Ham di Indonesia jauh lebih baik dari pada di Australia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di Negara lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga ligislatif yang menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggota tanpa memperdulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga bukan saja harus akuntabel, tetapi juga harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabelitas dari setiap lembaga Negara dan mekanisme ini mampu secara oprasional (bukan hanya teori).
Daftar Pustaka
Budiardjo, Miriam (1992), Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia, Jakarta
Philipus, dan Aini, Nurul (2004), Sosiologi Dan Politik. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Team Dosen Pancasila Universitas Hasanuddin (2003), Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi. Tim Dosen Pancasila Universitas Hasanuddin, Makassar
Duverger, Maurice (1985), Sosiologi Politik. Rajawali, Jakarta
www.sistempemerintahanIndonesia.com
www.sejarahdemokrasiindonesia.com
www.politikindonesia.com
www.asalmulademokrasiindonesia.com
www.tribuntimur.com















Ringkasan Materi
Sejarah kenegaraan kita yang menggunakan konstitusi UUD 1945sebagai landasan structural telah mengahsilkan berbagai sistem pemerintahan yang berbeda-beda, bahkan pernah bertolak belakang secara konseptual. Pada tahun 1949 bangsa Indonesia telah mengganti UUD 1945 dengan konstitusi RIS dan tahun 1950 lagi-lagi digantikan dengan UUD sementara 1950, tetapi tetap menganut sistem demokrasi konstitusionil meski dengan system yang berlainan. Baru tahun 1955 pertama kali diselenggarakan pemilu dan dibentuk Majelis Konstituante untuk membuat UUD baru yang definitife.
Setelah itu diberlakukannya kembali UUD 1945 melalui dekrit presiden 5 juli 1959, timbul kembali pemerintahan otoriter di bawah panji Demokrasi terpimpin Soekarno dilanjutkan rezim otoriter Orde Baru Soeharto dengan panji Demokrasi Pancasila.
Dalam pemerintahan masa transisi baik zaman Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawat sebelum pemilu 004, kita menyaksikan betapa lemahnya UUD 1945 mengatur penyelenggaraan kekuasaan Negara karena sifatnya yang multi-interpretasi. Pemegang kekuasaan Negara bisa melakukan berbagai distorsidan devisiasi nilai-nilai demokrasi dan sistem pemerintahan.
Lain halnya dengan demokrasi konstitusionil, seperti yang diinstruksikan oleh Hatta dan Yamin yang pada waktu itu meletakkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan, menegakkan supremasi hukum, pembagian kekuasaan yang jelas antara eksekutif, legislative,dan yudikatif (trias politica), pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat dan dihormatinya hak azasi manusia. Konsep ini menujuk pad ciri-ciri yang bis ditetapkan secar eksplisit atau bisa dianggap bagian inti (inheren) dari konstitusional sebagai cita-cita yang selalu merupakan variable achievement. Dimana demokratisasi di Indonesia harus berlangsung pada dua dataran sekaligus yaitu dataran konseptual dan dataran praktis agar tidak tambal sulam.

No comments:

Post a Comment

Simpan komentar anda di sini?